Tahun 2020 udah tinggal beberapa bulan lagi dan pandemi Covid-19 ini belum kelar juga di manapun di dunia ini ya Gustiiiii…….. Di seluruh dunia. Se-lu-ruh du-ni-a. Nggak ada yang tidak terjamah.
Selandia Baru apa kabar? Ow, sempet lockdown 2.0 dooong!
Jadi, setelah hore-hore 100 hari NZ bebas covid, mendadak Agustus lalu ada beberapa orang positif covid di Auckland. Kasus baru yang tidak terlacak asalnya, tanpa histori traveling ke luar negeri sebelumnya & (konon katanya) nggak ada hubungan sama karantina orang-orang yang baru datang dari luar negeri. Aneh? Lho lha iya jelas. Buntutnya, perdana menteri tante Jacinda pasang status siaga di Auckland, dari level 1 ke level 3.
Biar yang baca nggak bingung (emang ada yang baca?), saya rinci ya tentang sistem alert level Covid-19 NZ ya. Sistem penanganan pandemi di NZ dibagi menjadi 4 tingkat.
Level 1 : Ini disebut stage Prepare. Kondisi dalam negeri bebas covid.
Kehidupan berjalan seperti biasa, tapi border ditutup. Yang boleh masuk cuma returning citizen/residents, dan begitu injek kaki di tanah NZ langsung dikarantina 14 hari di managed facilities yang sudah ditentukan.
Intinya ini fase tidak perlu parno, tapi ya siap-siap kalau negara api menyerang.
Level 2 : Ini disebut stage Reduce. Kondisi terdapat kasus aktif tapi minim penambahan kasus baru.
– Diimbau untuk jaga jarak aman.
– Setiap masuk ke tempat umum harus register untuk contact tracing.
– Gathering/events dibatasi maksimal 100 orang.
Intinya ini fase mulai parno tapi masih cukup terkendali.
Level 3 : Ini disebut stage Restrict. Kondisi terjadi community outbreak dan terdapat lebih dari satu klaster.
– Warga diimbau tinggal di rumah & stay bersama orang yang tinggal serumah. Paling banter boleh bareng sama keluarga deket aja.
– Sekolah & kantor ditutup. Semua sekolah dan kerja dari rumah.
– Wajib jaga jarak 2 m di tempat publik.
– Fasilitas publik seperti bioskop atau library ditutup.
– Restoran hanya boleh melayani take away.
– Beberapa jenis bisnis boleh tetap berjalan, tapi harus contactless.
– Kapasitas transportasi umum dikurangi 50%.
– Gatherings dibatasi 10 orang saja.
– Tidak boleh keluar kota.
Intinya, ini fase udalah mending di rumah aja, banyak-banyak doa.
Level 4 : Ini tingkatan tertinggi, udah Lockdown total. Kondisi persebaran kasus baru terjadi di seluruh penjuru negara, susah dikendalikan, menyebar luas & penambahan kasus baru tinggi.
– Semua warga harus di rumah & harus bersama dengan orang yang satu rumah. Sama keluarga deket pun nggak boleh ketemu.
– Semua bisnis tutup. Yang boleh beroperasi cuma supermarket, rumah sakit & apotek.
– Stay local. Pergerakan dibatasi di RT masing-masing.
– Sama sekali gak boleh ada kumpul-kumpul.
Intinya, ini fase all hell breaks lose.
Waktu lockdown episode pertama Maret lalu, pemerintah bikin pengumuman hari Senin siang & mulai berlaku Rabu tengah malam. Ada waktu 36 jam untuk siap-siap. Tapi di episode kedua, diumumin tante Jacinda Selasa jam sembilan malam & berlaku besok paginya. Ini baru rem tangan. Pakem, sis!
Ya namanya juga dadakan, orang banyak yang gak siap. Saya inget banget Selasa malem itu jam 8 saya sama bapak F ke supermarket beli semir, sepiiiii banget. Sejam kemudian supermarketnya langsung diserbu orang-orang yang panic-buying. Udah kebayang, pegawainya pasti kelabakan itu. Dan yang kerja shift malam pasti nggak sebanyak shift siang. Kasiman… Sekolah anak-anak juga cukup kagok. Walaupun udah ada pengalaman school from home sebelumnya, tapi tetep aja yang di periode kedua ini pemberian materinya agak ngepot-ngepot.
Sekarang status siaga Auckland hamdalah sudah turun, jadi 2.5. Sekolah, kantor dan tempat publik sudah buka lagi. Apakah sudah 0 cases? Sayangnya tidak. Masih ada kasus aktif dan masih ada penambahan kasus baru. Nggak seperti episode pertama yang turun level ketika udah sama sekali nggak ada kasus baru, episode kedua ini agak hajar bleh. Kalo analisa bego-begoan saya sih, ini bukti bahwa setajir-tajirnya NZ, tetep aja perekonomiannya ambleg. Ra obah, ra mamah.
Nah, hari ini saya baca di sosmed, PSBB di Jakarta juga akan diberlakukan kembali. Rem tangannya mau ditarik katanya. Well, it’s about time! Aslik ya, kalo saya liat instagram story orang-orang, astagaaa… itu kenapa pada berani banget siiih? Gusti Pangeran nu Agung…. whyyy? Banyak orang yang semestinya sih bisa mengakses & mengolah informasi dengan baik tapi kok malah awur-awuran kumpul sana-sini, nongkri sana-sini. Nggak kurang duit, tapi kalo kurang pendidikan ya saya nggak tau. Ngebet amat update story sih. Seriusan, dia yang foto-foto, gue yang senewen. Zonanya udah hitam padahal. Sumpah ini bikin saya yang hidup di rantau tapi orang tua di Jakarta, setres luar biasa.
Untungnya orang tua saya masih anteng di rumah dan masih ada teman yang patuh aturan. Untuk mereka yang sejak awal pandemi ikut aturan PSBB dengan keras kepala, nggak goyah iman, keluar rumah cuma untuk kerja & kebutuhan pokok, saya ucapkan terima kasih banyak. Mungkin kalian dianggap gak asik & gak ditemenin. Sabar ya, tetep jaga diri & jaga keluarga. Kalian seperti cahaya kecil bernama harapan yang keluar dari kotak pandora. Looove!
Entahlah kapan selesai pandemi ini. Rasanya saya udah kepengen baca-baca blog ini trus komen ‘oh ini postingan waktu lagi ada pandemi nih!’. Tapi sampai sekarang belum selesai jugaaaaa. Saya udah di tahap kesel, capek, biasa aja, capek lagi trus yaudalah… tapi mau gimana lagi? Maka hamba ingat-ingat sajalah sabda The Killers di lagu All These Things That I’ve Done:
when everyone’s lost / the battle is won / with all these things that I’ve done
if you can’t hold on / hold on
So, hang in there guys. Hold on. Nggak bisa lah ya kita nyerah. Nggak boleh. Lawan, berjuang terus. Tapi jangan lupa cuci tangan, jaga kesehatan & kebersihan, jaga jarak dan pake masker ya!
–